16 July 2011

Ancol itu blur!

Oke, tebak saya dimana? yak! di depan monitor. Tapi maksud saya. tebak saya ada di mana waktu cerita ini saya mulai. Saya di Blok M, menunggu Ical. Tebak mau ngapain? Reuni Pildacal. Please deh, Pildacal tuh terakhir ketemu waktu saya masih nulis di blognya friendster dan akhirnya jadi salah satu postingan awal di blog ini.

Ketemu di kampus aku aja ya, gimana?
(Itu Tata yang tanya, saya males juga aku kamuan sama Ical 0.0)

Kampus A apa Kampus B 
(Itu  saya yang tanya, masa Tata mulu)

Kampus B, Sudirman Park

Oke , oke

Aku udah nyampe   shelter

Bentar yaa aku OTW

Kampus B kan

Iyaaaa


Singkat kata, saya sudah ada di kampus B, dan saya liat ada sms,


Aduh aku bodoh banget deh, kenapa gak akunya aja yah yang ke Shelter Busway Karet


Sebenernya aku nungguin kamu ngmg gt dari tadi, aku udah nyampe nih.

Kan biar kita naik bemo bareeeeeng :"""") bentar ya

Dan itu dia, datang sambil berteriak dan melayangkan sebuah pelukan yang tertunda sekian tahun lamanya. That was so "titik dua tiga". Ngerti maksud saya? -> :3 .Dari sana beralihlah kami semua, menuju sebuah tempat yang orang - orang namakan sebagai Ancol. Sesuatu yang orang sering sebut - sebut sebagai pantai, dan tersebutlah kami berada di sana. Kami mulai dengan sampai, dan duduk gak ngapa - ngapain nungguin bis gratis dan hanya duduk - duduk sambil minum yang sayangnya harus bayar. Berkelakar sampai berakar. Dilanjutkan dengan narsis.

Dari sana, datanglah bisnya, kami naik dan kami turun di Pasar Seni, dan main - main ke galeri yang kalau tidak salah ingat namanya NAS. Kamu tau, kami masuk. Dan kami bermain, seolah kamilah yang berpameran dan galerinya milik salah satu dari orang tua kami, hingga akhirnya satpam yang wajahnya sama sekali tidak mirip Briptu Norman datang dan mengingatkan kami. Untung pak satpam yang sama sekali tidak mirip Briptu Norman itu tidak melihat bagaimana kami memindahkan sebuah kursi yang tadinya digunakan untuk duduk menonton video kami alih fungsikan menjadi tripod.

Dari situ, kami lapar dan kami beranjak keluar. Kami bingung, sebenarnya saya yang membuat mereka bingung karena saya tidak bisa, tepatnya tidak ingin memakan yang mereka makan. Bukan alergi, tapi pilihan. Hanya saja itu membuat kami bertiga hanya duduk di tangga dekat tempat makan (yang bahkan belum kami lihat menunya itu, dan entah kenapa kami lebih suka duduk - duduk di tangga sambil heboh itu) Sampai akhirnya kami liat sebuah bangunan berwarna ungu, walaupun itu ungu, kami tidak menebak kalau itu adalah Pasha, kami malah mengira kalau itu adalah Solaria. Dan kami hanya tetap duduk di tangga sambil nanyain mas - mas yang lewat, "Itu Solaria bukan, mas?" semuanya menjawab "bukan", tetapi kami tetap sabar dan tabah menunggu sampai ada yang bilang "iya".

Tapi tidak ada yang mengatakan demikian hingga kami memaksa diri kami untuk bangun dan melihatnya sendiri, dan tidak ada satupun dari mas - mas yang tadi yang berbohong. Dengan rasa tengsin gela, akhirnya kami balik lagi ke tempat tadi dan memilih makan di lantai bawah aja. Di lantai bawah loh, bukan di bawah lantai. Lalu kami makan, dan mulai mengobrol banyak, dan berlanjut ke pantainya, main tebak - tebakan dan semua permainan yang tidak menggunakan battre dan kesemuanya tidak ada yang penting.

Kami menghabiskan waktu dengan duduk, memandang sesuatu yang namanya perahu, yang ada di atas laut. Dan Tata mulai memperagakan apa yang Summer dan Tom lakukan di taman, di film (500) Days of Summer. Cuma saya dan Tata yang memperagakannya, si Ical gak ikut - ikutan. Tapi tiba - tiba ada abang - abang tukang perahu yang lewat dan memperagakan hal yang sama, lalu dia bilang, "Udah mendingan naek kapal aja yuk. poto - poto biar kaya di pilm tetanus, eh tetanus..titanic!". Kami tertawa sebagai penghargaan sekaligus penolakan.

Setelah seharian tidak penting, kami mulai mengobrol banyak. Tentang masa depan kami, tentang masa depan teman - teman kami. Wahai beberapa teman kami, semoga kalian tidak menaruh dendam kepada Dewa Ganesha hanya karena salah satu kampus yang memakainya sebagai lambang menolak kalian. Semoga kita termasuk orang - orang yang bisa membedakan yang mana "jalan" dan yang mana "tujuan". Semoga kalian tau, yang namanya cita - cita itu mencapai "tujuan", bukan mencapai "jalan". Bisa jadi kalian mencapai tujuan kalian dengan jalan yang tidak kalian duga sama sekali sebelumnya, atau kalian ingin tetap memaksakan, tetap berjalan tapi belum tentu sampai ke tujuan. Tentu kita ingin jalan dan tujuannya tercapai, tapi kalau Tuhan punya jalan dan tujuan yang lebih baik, masa kita mau maksain kehendak kita yang masih gambling sama kehendak yang udah jelas - jelas jelas.

Semoga sepuluh tahun dari sekarang, Pildacal bisa duduk di tempat yang sama. Di saat di mana ical tidak sedang mengurus tokonya, Di saat di mana Tata sedang pulang ke Jakarta dari NY, dan di saat di mana saya sedang pulang ke Jakarta dari Amsterdam. Tapi mungkin kalau jarak waktunya di ubah jadi 12 tahun dari sekarang, dan saat itu Tata belum punya suami berarti kalimatnya saya ganti jadi "di saat di mana saya sedang pulang ke jakarta dari NY juga". HAHAHAHA

Apasih, apapun itu, the future is not ours to see, que sera sera, what ever will be, will be. Dan apapun yang lebih baik dan lebih mengagumkan dari ini, saya siap, Tuhan. Saya siap.

No comments:

Post a Comment