Beberapa bulan yang lalu, Adit mengajak anak – anak untuk main ke Surabaya dan menyempatkan diri singgah di Malang. Saya jelas mengiyakan. Tapi yang terjadi sekarang malah saya, Adit, dan Sigit sedang berada di dalam kereta untuk singgah di Surabaya dan selanjutnya berangkat ke Malang. Perjalanannya biasa saja, kecuali mungkin ketika saya sedang benar – benar bosan tidak melakukan apa – apa di kereta dan memutuskan untuk mengisi waktu luang dengan menggimbal rambut Sigit. Seorang ibu di kursi seberang menenangkan anaknya yang sedang rewel dengan kata – kata, “tuh kalo bandel rambutnya digituin tuh!”, sambil menunjuk saya, dan sayapun hanya melihat anak tersebut sekedar memastikan tangisnya sudah berhenti.
Sebut saja kami sudah sampai di Surabaya, kami memutuskan untuk ke Balai Pemuda dan sisanya membunuh waktu di skate park. Sekedar menunggu jam keberangkatan kereta ke Malang, duduk – duduk melihat anak – anak sana main skate. Seolah – olah pro, hanya duduk dan berkomentar HA HA HA. Dari sana kami ke stasiun dan kemudian berangkat ke Malang. Keretanya sepi, dan kaminya lelah. Akhirnya kami memutuskan untuk tidur. Ketika bangun, saya lihat anak – anak tidak ada, saya tau mereka ngisengin saya, tetapi kalau mereka berekspektasi saya akan bingung dan panik mencari mereka kemudian mereka menertawakan saya, mereka salah besar! Karena saya memilih untuk tidur lagi. Saya bangun lagi, anak – anak masih tidak ada. Saya tanya ke kursi depan, malang masih 1 stasiun lagi, sayapun menikmati perjalanan yang gelap gulita itu, dan ketika sampai di malang, saya turun sendiri. Membiarkan dua orang anak itu yang mencari saya.
Kami di Malang, jam 9 malam, dan kali itu dingin. Temannya Adit yang tadinya ingin kami inapi tempatnya ternyata sedang di Surabaya, jadi kesimpulannya malam ini kami tidak tau mau tidur di mana. Daripada bingung, dan karena kami buta Malang, kami memutuskan untuk tidur di stasiun. Setelah makan, kami tidur, saat itu jam sepuluh, dan “Malang belakangan ini lagi kaya kutub!”, itu kata teman saya yang tinggal di Malang dan belum pernah ke kutub. Tidur pulas dan bergulat dengan rasa dingin. HP saya bergetar, dan saya dengar suara orang menyapu. Saya terbangun memandang langit, Alhamdulillah sudah subuh! Saya lihat HP saya, “Oh, SMS dari Chibi.”, setelah saya balas, saya lihat jam, “HAH! BARU JAM SEBELAS?!”
Saya lihat dua orang anak itu, mereka juga shocking pink, ternyata cuma tidur satu jam, dan jujur saja kami sudah tidak kuat kalau harus melanjutkan tidur di sana. Akhirnya kami memutuskan untuk ngopi, dan Sigit baru ingat kalau punya teman di Malang, dan Alhamdulillahnya kami di jemput dan akhirnya kami bisa tidur dalam sebuah kamar HA HA HA.
Keesokan harinya, saya janjian bertemu dengan Duro. Sebulan yang lalu dia bilang Agustus ini dia sudah berangkat mengejar cita – citanya untuk menjadi koala, ketimbang nanti susah ketemu – ketemu lagi menjadi salah satu alasan saya berangkat ke Malang kali itu. Tapi pas ketemu dia malah bilang, “Kamu ngapain sih ke Malang? Mau ketemu aku, ya? Orang aku berangkatnya diundur abis lebaran.” Ahahaha asli, ngeselin banget. Dari sana Duro bawa kami keliling kota Malang, setelah berpisah sejenak kami ketemu lagi untuk selanjutnya melanjutkan ke daerah Batu, sekedar menagih janji dia soal makan waffle, dan ternyata tempatnya tutup -_- . Akhirnya kami ke alun – alun Batu, sekedar nyobain wahananya yang ternyata tidak berasa itu.
Dari sana kami berangkat ke UM, bertemu dengan anak – anak HMJ seni rupa sana. Di sana juga ada Enay, anak Grafis ITB yang saya temui di UNJ dulu. Kami mengobrol – ngobrol, dilanjutkan dengan main Poker, dengan peraturan kalau kalah jongkok, dan kalau kalah lagi berdiri. Gedung HMJ seni rupa UM itu sakral, kalau kita ngatain yang lagi jongkok pasti selanjutnya kita yang kena, hadaaah. Peraturannya kalau menang pertama baru boleh duduk lagi, peraturannya menyenangkan, kecuali untuk saya yang sedang jongkok dan terus – terusan menang juara kedua. Karena pegel, saya bubaran, dan tidur.
Paginya, saya janjian ketemu Vanny di MOG, tapi anak – anak males jalan gitu, dan saya juga buta Malang, akhirnya saya bingung gitu juga gimana kesananya. Akhirnya kami balik ke kosannya si Aga, si temennya Sigit itu, yang kosannya di belakang UB itu, yang pintu kamar mandinya bisa di lepas dan bisa dipindahin buat nutupin pintu kamar mandi sebelahnya yang lagi dia pake sehingga dia sempet bingung keluarnya gimana itu.
Agak siangan, saya janjian ketemu sama Nadia di UB, akhirnya ketemu Nadia dan kami berangkat ke MOG, biar sekalian bisa ketemu si Vanny. Tapi pas nyampe MOG, ternyata Vannynya udah cabut. Tebak kemana? Nonton DBL di Gor UB. Ya Allah, gak jodoh amat hahahahahaha. Di MOG, saya ketemu sama Duro lagi, terus ketemu sama Nyon. Anyway, Duro itu nama aslinya Nadine. Nadine, Nadia, dan Nyon, mereka beneran anak Malang ya namanya “N” semua. Si Nyon dulu adik kelas saya, dan ternyata dia mainnya sama si Nadine juga, hahah kadang –kadang saya suka bagaimana cara lingkaran ini berputar.
Di sana kami fotobox gak jelas terus sorenya saya cabut lagi gitu ke Surabaya. Oke cin? Cabcus!
No comments:
Post a Comment