02 July 2011

Kemana kita malam ini : Surabaya

Surabaya adalah tempat transit, tempat di mana saya akan berpisah dengan Sigit dan Adit yang berencana pulang ke Jogja duluan dan tempat bertemunya saya dengan Rahmat dan Riki, yang mana kami akan melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi dan menyebrang ke Bali. Terlepas dari itu semua, sekarang saya, Adit, dan Sigit berada di Wonokromo menunggu Bondo, untuk selanjutnya menginap di tempatnya. Kami sampai dan tidur, paginya kami muter – muter udah kaya turis.

Setelah berputar – putar, sorenya saya janjian dengan Elang, untuk pindah menginap ke tempatnya. Kami bertemu di daerah Balai Pemuda. Selang berapa lama Elang datang bersama Domas, kemudian kami lanjut untuk cari makanan. Di sana saya ketemu temen – temennya Elang, rame gitu, dan saya lupa nama mereka satu persatu.Di lanjutkan ke tempat temennya Elang. Pas lagi ngobrol – ngobrol, Elang megang tangan saya keras banget. Gak lama anjing temennya lewat, Golden gitu, emang gede sih, hampir sepinggang saya. Elang langsung naik ke mobil dan langsung ngajak cabut. Di mobil Elang cerita kalo anjingnya tuh serem, dia makannya orang. Kalo laper anjingnya nyari bayi gitu, terus dikubur. Pas udah tinggal tulang baru dimakan sama tuh anjing. Saya cuma berpikir, anjingnya kan lagi laper banget sampe nyari bayi gitu, keburu mati juga anjingnya kalo ditungguin ampe tuh bayi tinggal tulang.

Hahaha, sudahlah. Elang bertanya apakah kita ingin mampir beli cemilan dulu, setelah diiyakan kami mampir ke Indomart. Elang dan Domas masuk ke dalam duluan, ketika saya masuk saya liat Domas udah megang – megang duren. Hebat kan? Saya rasa Domas doang yang cemilannya duren sampe 100ribu. Hahahah, di rumah Elang kami makan duren sampe mabok gitu, padahal udah dikasih setengahnya ke assistennya Elang. Kami gak kuat, kami serahkan semuanya ke Domas.

“Abisin ya, Dom! Abis kan ini?”, tanya Elang.
“Iyaa! Tenang aja.”, jawab Domas.
“Keren, Dom cemilan kon!” kata Elang seraya masuk kamar, disusul saya.

Hari selanjutnya kami habiskan dengan marathon DVD Dan Cap Xa sampai pagi di Dunkin Donuts bersama Borris dan Bocil. Dan keesokan harinya ke Stasiun untuk memesan tiket. Saya lihat kereta Ekonomi ke Banyuwangi jam 09.00 dengan harga 30.000, dan ada kereta Eksekutif dengan harga 90.000 ke Denpasar yang seingat saya berangkat pukul 15 lewat. Akhirnya setelah saya sms Riki, diputuskan untuk membeli tiket langsung ke Denpasar saja. Ternyata, harga tiketnya 150.000, gitu. Ya karena nanggung udah di depan loket saya beli buat 3 orang. Dari sana kita cabut.

Kemudian malamnya saya nemenin Albert and the Product perform, itu adalah bandnya Elang dan di sana juga saya bertemu Macan, Femy, Kiza, dan Marsha. Di sana jujur saya melihat pemandangan yang cukup gimanaaa gitu ya. Jadi itu kan acara DJ - DJan gitu, tapi saya liat ada gadis berhijab menenteng Bintang ditangannya sambil berjoget. Terlepas dari menikmati musik atau tidaknya serta diminum atau tidaknya Bintang tersebut, saya merasa ada yang aneh saja. Mungkin seaneh kalau kalian melihat ada mas – mas gimbal berbaju tie dye di dalam Masjid, tapi kita sama – sama tau mana yang lebih dan mana yang kurang.

Sesampainya di rumah Elang sudah masuk waktu pagi, padahal Riki bilang keretanya sampai di Pasar Turi pukul setengah tujuh. Kami tidur dan jelas kesiangan. Di tengah jalan menjemput Riki, entah kenapa saya ingin melihat tiket, dan ketika saya lihat tiketnya..

JAMPUT! AKUARIUM!


Kereta ternyata berangkat pukul sembilan dan posisi saya melihat itu jam sembilan kurang sepuluh, saya masih di jalan yang agak macet, dan belum menjemput Riki dan Rahmat, serta tas saya juga masih di rumah Elang. Yaudahlah saya pasrah gitu, sambil menata mood, saya SMS Riki, “Batal, coy ke Bali!”

Sesampainya di Pasar Turi saya langsung maaf – maafan gitu kaya lebaran, terus ngasih unjuk tiketnya. Dari sana kami tetap berangkat ke Gubeng. Di perjalanan, saya teringat sebuah Khutbah Jumat tentang mukjizat Surah Al – Fatihah. Jadi si Khatib bilang, dia sering berada di posisi seperti saya, tetapi sepanjang jalan dia membaca Al – Fatihah, dan ajaibnya keretanya telat keberangkatannya dan yang lebih ajaibnya itu bukan cuma sekali.

Oke, saya bukan si Khatib, tapi kami tetap membaca Al – Fatihah sepanjang jalan. Biar kalau – kalau keretanya telat haid, saya, Riki, dan Rahmat bisa langsung naik. Biarlah saja nanti tas saya dikirim via paket. Kami sampai di Gubeng dan bertanya kepada mbak – mbaknya. Alhamdulillah, keretanya sudah berangkat, tiket 500ribu hangus, dan kami jadinya membeli tiket ekonomi ke Banyuwangi.

Berhubung keretanya berangkat masih jam 2, kami ngambil tas dulu di rumah Elang dan makan. Pas kelar makan di Kedai Nostalgia Jalan Pacar (saya suka ketawa sendiri kalo inget nama jalannya) kami memutuskan untuk ke stasiun. Tapi pas mau masuk mobil, saya salah buka pintu mobil gitu. Saya buka pintu mobil orang yang dimana orangnya lagi nyender ke pintu dan yang dimana kalau saya buka lebih lebar pasti orangnya jatuh gitu ke belakang. Sepanjang jalan kami ngakak soal hal itu.

Kami di stasiun lagi, setelah perpisahan dengan Elang dan menunggu, keretanya datang. Kami naik. Keretanya harusnya berangkat jam 2, tapi sampe jam 3 masih ngetem di stasiun. Al – Fatihahnya manjur! Cuma salah kereta. Hahahahahahah. Emang bener ya, kalo minta apa – apa ke Tuhan itu harus spesifik. But everything happens for a reason, di kereta saya baru tau gitu kenapa saya labih baik naik kereta ekonomi. Hahahahay. Oke, tujuan selanjutnya Bali!

No comments:

Post a Comment