28 November 2008

Sop

Nah lo bayangin aja, pas gue lagi makan sayur sop

Ada merah - merah, nah (merah - merah yang tadinya gue pikir cabe itu) gue tarik deh.

Gak taunya kain perca.

Darimana banget coba -_-

Pohon waru

Eug tikas, uam rudit

ada aja gangguannya

smslah yang masuknya bertubi - tubi, teleponlah yang bunyi terus krang kring krang kring

eh ngga deng, waktu itu disilent. oke oke ulang deh

Gue sakit, mau tidur

ada aja gangguannya

smslah yang masuknya bertubi - tubi, teleponlah yang geter terus zzzt zzzt zzzt zzzt

Gue bangun, udah sembuh

Orang - orang disms pada kagak dibales
ditelpon balik pada kagak diangkat
Yang ngangkat malah mbak - mbak
suaranya sih seksi, tapi minta maaf mulu
"Maaf, dana anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini", begitu katanya.

Ciul ngambek gara - gara gue ngambek duluan
Kambing ngembik gara - gara siapa ngembik duluan, hayo?

Mana Senen ulangan
Selasa ulangan
Rabu ulangan
Kamis ulangan
Jumat juga ulangan

Lah kok ulangan mulu

Ya iyalah, kan seminggu

Mana senen ulangan (udah yah)
Mana gue lagi gak mood belajar
Mana materinya lagi banyak itung - itungan
Mana dimana anak kambing saya
Anak kambing saya ada di pohon waru

Iseng amat tuh kambing manjat - manjat pohon -_-

22 November 2008

Hari yang aneh bagian kedua

Tiba – tiba dayu bangun lagi, memakai sepatu, kemudian tidur lagi.

“Lah lo ngapain lagi sih tiba – tiba di kamar make sepatu?”

“Gitu Lip, orang kalo di luar negeri nih ya misalnya pulang udah bener – bener capek dia tidur ya tidur aja gak make buka sepatu.”

“Masalahnya lo tadi dateng udah buka sepatu gitu, terus rebahan tau – tau bangun make sepatu tau – tau tidur lagi -_- .”

Dayu tidak peduli, dia malah ngulet – ngulet menggesek – gesekan kepalanya ke bantal.

Tiba – tiba dia mengendus bantal lagi, kali ini dia mengendus semua bantal.

“Apaan lagi sih, Day?!”

“Ini bau apaan yah?, cium deh Lip?”, Pinta Dayu.

Saya membaui, tidak ada bau yang semenyengat itu, lebay.

“Kagak ada.. Wah gua gak tau yah, waktu Tardigras kan ada yang tidur disini berdua, hahahah, mungkin itu bau [ silahkan isi sendiri dengan kata – kata yang kamu suka ] kering.

“Hahah, bau Syekh Puji bego”, Jawab Dayu. Kepada pembaca harap maklum, kami memang sering begini tiba – tiba melenceng dari tujuan pembicaraan.

Dudul yang baru masuk membawa makanan kebingungan, melihat Dayu dari tadi, nyium bantal kok bau, nyium sepatunya, kok masih bau juga, buka sepatu, nyium jempol kakinya, kok baunya sama, itu – itu juga, mana katanya maunya nyengat banget gak enak gitu lagi.

Saya akhirnya turun untuk makan, pindah ke seberangnya Dayu, Dayu masih keep on wondering itu bau apaan, masih membaui semuanya.

Saya melihat wajahnya Dayu, sejak kapan Dayu punya tahi lalat di pipi kanan, ukurannya medium pula.

“Day, mungkin asal bau itu..”

“Dari pipi lo.”

Dayu meraba pipi kirinya, tidak ada apa – apa, Dayu meraba pipi kirinya. GOTCHA!!

Diambil, dan dia menciumnya, Dayu mengumpat.

Dayu lari ke kamar mandi, dan dia terus – terusan mengumpat.

Sekembalinya Dayu, kami semua bertanya.

“Itu apaan Day? Tai? Darimana asalnya banget tau – tau ada di kamar.”

“Kecoa kecil kayanya, itu sayapnya”, Jawab Dayu agak agak lemas males males gimana gitu sambil menunjuk ke lantai.

Selesai makan, gantian saya yang membaui, mencari darimana asal muasal sebuah bau yang sedang saya cium ini, Panji bertanya,

“Kenapa, Lip?”

“Gak tau nih, kok kayanya gue nyium bau yang tadi dicium Dayu gitu, ya.”

“Tau nih, gue juga, mana bau banget lagi!”, Panji mengamini.

“Sori men, itu gua!”, Kata Dayu.

Kata – kata “Najis” Bergema dari penjuru kamar, dan kami hanya bisa membuka pintu kamar, menunggu udara bersih kembali.

Hari yang aneh bagian pertama

Saya duduk di kursi penumpang ketika Dayu membawa motornya melaju ke tempat dimana kita akan menghabiskan uang Panji di hari ulang tahunnya. Sekitar 1 meter ke depan, di jalan saya melihat sebuah sandal, sebuah lho ya bukan sepasang, hanya sebelah kiri saja. Saya iseng menjulurkan kaki ke bawah, kaki loh ya bukan menjulurkan lidah, kalo menjulurkan lidah mah saya udah freestyle banget namanya. Dan ketika saya menaikkan kaki saya lagi, sandal itu sudah terpasang dengan rapi membalut kaki saya yang sudah bersepatu. Sesampainya di tempat tujuan, saya bingung, gak mungkin kan saya bawa sandal masuk ke pizza hut. Udah jelek, Cuma sebelah kiri doang. Akhirnya dengan hati yang tulus ikhlas saya kasih deh ke satpam yang saya lihat hanya bertugas sendirian. Siapa tau dia mengadakan sayembara, mencari kaki siapa yang paling pas dengan sandal itu dan memiliki sebelah kanan dari sandal tersebut., menemukan pasangan yang bisa menemani hari – harinya bertugas dan hidup berbahagia selama – lamanya.


Oke kisah itu hanya pembukaan, tidak begitu penting hanya saja mengingatkan saya dengan kisah yang terjadi hari ini.

Saya sedang on the way the Mansion, dua motor, Dudul dengan Panji, dan saya dengan Dayu. Kebetulan saya dan Dayu berada di sebelah kanan maju sedikit dari motor Panji, dan tiba – tiba

CKLEK DES DES GUBRAK…

Panji sudah di depan saya dan bemper yang ada di motornya, Besi yang melingkar dihias dengan lambang mods itu. Besi itu LEPAS dan MENTAL ke belakang, saudara – saudara. Dan kebetulan motor di belakang motor Panji itu ya saya dan Dayu.

Mental mantul – mantul di jalan dan sangat membuat kebisingan, hingga bemper itu terbang tepat di depan motor Dayu. Sempat menghantam tangan Dayu, jatuh lagi ke tanah dan memantul lagi dan dengan bodohnya saya tangkap dan kini sudah ada di tangan saya -_- .

Motor Dayu kini sudah berada di depan motor Panji, Dudul bingung, “Lah itu kan yang di motor Panji kan, kok bisa ada di lo?”

Aduh, Dul.. lo gak denger apa gumprang – gumprang heboh dari tadi -_- . Mood Panji juga sepertinya sudah turun, dia akhirnya ngebut ke the Mansion.

Sampai di the Mansion, ternyata memang sudah patah dan bengkok gitu, ya sudahlah pasrah. Akhirnya kami masuk. Saya langsung duduk – duduk di kasur atas dan Dayu langsung merebahkan diri di kasur bawah. Panji dan Dudul ? belum masuk kamar.

Tiba – tiba Dayu mengendus – ngendus ke arah bantal.

“Kenapa Day?”, Tanya saya.

Say heloo to my little brother!

Dan gadis itu hanya bisa mengumpat ketika tahu sedari tadi saya berada di kursi penonton ;))

19 November 2008

Bincang porno

Teman - teman perempuan sekelas saya sedang berbincang - bincang. Tentang seks. Saya yang lewat merasa gimanaaa gitu karena topik ini sangat tidak cocok sekali dengan mereka yang biasanya waktu istirahat berbincang tentang rumus. Akhirnya saya dengan baik hati menyadarkan mereka.

"Hwayolo..parah lo pada ngomongin bokep yaah!", Kata saya.

"Iya, emang kenapa?", Jawab salah seorang diantara mereka.

"Gapapa sih, cuman kayanya ga pantes aja gitu.", Jawab saya.

"Gapapa tau ngomong - ngomong bokep, asal jangan ngelakuin aja.", Bela mereka.

"Gapapa tau ngelakuin bokep, asal jangan ngomong - ngomong aja.", Jawab saya yang SEPERTINYA tadi ingin menyadarkan mereka yang hampir masuk jurang tapi kok malah sekarang mendorong mereka semua loncat indah ke dalam jurang.

Huew

Ya seperti yang sudah saya bilang

hidup saya hanya pengulangan dan pengulangan

dan kini dimulai lagi sebuah fase

KRISIS DITENGAH EKSIS

16 November 2008

Telepon

Di Bona, sedang makan.

Bersebrangan meja dengan sekelompok ibu – ibu. Tiba – tiba HP dari Alif, yang satu meja dengan saya berbunyi, dan kebetulan salah seorang ibu – ibu di meja sebelah baru saja memulai pembicaraan di telepon.

“Halo, bu..ibu dimana. Saya lagi makan dulu nih”, Kata ibu itu kepada orang yang sedang di teleponnya.

“Halo..Di Bona. Lagi makan, lo dimana?”, Kata Alif kepada orang yang sedang meneleponnya.

“Iya mungkin sebentar lagi, kita jadi ketemu, Bu?”, Kata ibu itu kepada orang yang sedang di teleponnya.


“Yaudah, gua sih lagi sama anak – anak.”, Kata Alif kepada orang yang sedang meneleponnya.

“Yaudah palingan saya bentar lagi”, Kata ibu itu kepada orang yang sedang di teleponnya.


“Hah. Heeh”, Kata Alif kepada orang yang sedang meneleponnya.

“Oh iya bu, si ibu (sebut saja nama ibu – ibu, siapa kek, gua lupa namanya) gak bisa ikut katanya.”, Kata ibu itu kepada orang yang sedang di teleponnya.


“Ah tai!”, Kata Alif kepada orang yang sedang meneleponnya.

“Iya gak tau, ini saya lagi ama anak – anak saya”, Kata ibu itu kepada orang yang sedang di teleponnya.


“Hah?”, Kata Alif kepada orang yang sedang meneleponnya.

“Iya ini juga palingan bentar lagi”, Kata ibu itu kepada orang yang sedang di teleponnya.


“Sip”, Kata Alif kepada orang yang sedang meneleponnya sembari menutup telepon.

“Oh ya udah bu yah, makasih, Assalamualaikum.", Kata ibu itu kepada orang yang sedang di teleponnya dan tak lama kemudian menutup teleponnya juga.

Delapan belas, Delapan Sebelas bagian kedua

Hadah.. kok perasaan gue gak enak yah, kayanya gue gak bakal nyampe puncaknya deh.

“Mungkin lahir dan batin aku bukan yang terbaik…”, Kumpulan kata sudah mengalir.

Haadaaah..bener kaaan kata gue… gak bakal nyampe nih.

Dan dia melanjutkan kata – kata tersebut, yaaa biarlah saya, dia, Tuhan, dan malaikat di sisi kiri dan kanan saya saja yang tahu paraton apa yang dia alunkan.

Di saat dia sudah terdiam, saya juga terdiam. Sepertinya melenceng dari rencana awal, ya sudahlah, seadanya saja.

Saya pun membalas, dengan kata – kata yang senada.

Dan semuanya hanya berujung pada sebuah “Iya”

Ya…semua ritual telah selesai. Gelap juga sudah mulai bergelayut di langit. Rencana awal sih Bada Maghrib kita semua berkumpul di Ghantari. Tapi itu rencana saya, rencana saya.

Sampai jam delapan juga kepastian sudah tidak mungkin di dapat. Akhirnya kami pulang.

Selain Coklat dengan lilin yang (anggap saja) merah, kuning, dan hijau itu. Dia juga memberikan tiga ungu kepada saya, sebuah sketchbook, serta sebuah scrapbook.

Terimakasih yah buat semuanya.

Dan semua membawa kembali ke alur mundur, Dari Reviival, Chitos, sampai ke sms – sms.. .

“Selamat malam, mimpi indah, jadikan aku bunga tidur serta bunga nyatamu dong.”

Dan saya hanya balas..

“Jangankan kembang tidur! Kembang tahu, kembang kol, kembang gula, kembang desa, kembang pasir, kembang kempis, dan semua kembang – kembang laen aku kasih buat kamu..hahaha”

Dan terimakasih kepada semua pihak yang sudah membantu merealisasikan sms tersebut.

Sekali lagi terimakasih :)

Delapan belas, Delapan Sebelas bagian pertama

Hari dimana sepertinya sangat berharga buat seseorang. Entah kenapa, buat saya hari ini dari tahun ke tahun, bukanlah merupakan hari yang spesial. Sama saja seperti hari – hari biasa, hanya saja itu adalah hari dimana umur kita berkurang dan jatah hidup kita di dunia semakin menipis. Tapi, entah kenapa, tahun ini, saya merasa hari ini berharga.

Gadis itu terkejut setengah mati ketika melihat saya sudah berada di depan matanya. Saya hanya duduk – duduk malas saja di dekat telepon umum, sementara dia masih terduduk lemas ditengah jalan. Menjadi sebuah portal. Dan saya yang tidak mau mengganggu ketertiban umum membawa portal itu pergi.

Cukup berjalan. Sejenak meregangkan kaki dan mengisi amunisi untuk perut kami, dan tak lama kami berangkat. Ya.. rencana awalnya sih, puncak monas, dimana angin semilir berhembus dan membuat merasa ingin membawa tenda dan menginap disana saking pewenya. Tapi itu rencana saya, rencana saya.

Kami sampai, bukan, bukan di puncaknya, baru sampai di taman. Berbincang dan cukup menjadi pusat perhatian, seperti biasanya. Dia mengosongkan tasnya. Satu persatu keluar hingga tiba giliran sebuah kue coklat handmade special yang masih menempel di loyang yang sudah dijelaskan sejaranhnya dan cukup untuk membuat hati bergetar.


ZZZT…ZZZZTT…ZZZZZZTTTT… 1 message received.

Aaaah, freaaak

Saya tidak tahu kenapa dia ngotot kalau kue itu tidak enak, padahal saya suka sekali dengan kue itu. Kalaupun memang kalian berpendapat, “Ah, selera lo aja kali, lip yang aneh.” Pada kenyataannya, salah seorang anggota vanquish, sebut saja namanya Vivian, saya lupa nama Uunnya, juga berpendapat kalau dia juga suka kue yang melekat erat di loyang, serta hati tersebut.

Jadi tidak bisa disimpulkan kalau memang lidah saya saja yang kelainan, karena sudah jelas – jelas saya dan Uun berasal dari jenis kelamin, suku, ras, agama, antar golongan serta kelas sosial yang berbeda. (sebenarnya bukan hanya kelas sosial yang berbeda, sekolah juga berbeda. Lagipula, Uun kan berasal dari kelas Alam, bukan Sosial. Haha freak lo lip.)

Ya cukup dengan alur maju di saat dimana Uun sudah merasakan kuenya, sekarang kita kembali mundur, ke seting awal. Di taman tadi.

Dengan 3 buah lilin, anggap saja itu warna merah, kuning, serta hijau. Setelah ritual bla bla bla itu selesai, dia menatap saya.

“Ngee.. aku mau ngomong…”

13 November 2008

Rihanna VS ( Alm? ) Amrozy

Selamat yah buat yang gak jadi nonton Rihanna

Semoga Tuhan membalas amal ibadah kita semua :)

Spesial buat Panji.

Kemaren otw The Mansion

Panji hampir nabrak Avanza item.

Auslander bikin keder.

Siang ini guru Bahasa Jerman saya memanggil saya dan salah seorang teman saya keluar.

Ternyata di luar sudah ada guru saya, dua orang laki - laki, dan seorang orang kulon ( Orang Barat : Bule! )

Guru saya memperkenalkan saya dengan orang - orang tersebut, dan menyuruh saya menemui mereka di jam berikutnya.

Akhirnya saya masuk lagi ke kelas dan melihat teman - teman saya sudah pada nempel di jendela.

Buset..kaya belom pernah liat bule!

Gini - gini gua juga bule! bulepotan lumpur! (apa sih lip -_-, mending istighfar deh!)

Teman saya bertanya, "Siapa lo namanya?"

"Aduh..siapa ya, gua lupa! tadi gua gak merhatiin mukanya sih! pandangan gua lurus ke depan!", jawab saya. Yang ngerti angkat tangan!

Saya menjadi tidak konsentrasi belajar ( Halah modus! bukannya emang selalu tidak konsentrasi! ) karena perasaan saya bercampur aduk.


Rasa senang bercampur bingung.

Senang karena, hari ini akhirnya datang juga.

Dan juga bingung.

Bingung kenapa saya harus senang, lha wong saya tidak pernah menanti - nanti hari ini. Bingung juga, ngomong apa saya nantinya... Guru Bahasa Jerman saya seringkali mengajak ngobrol saya dengan Bahasa Jerman, saya mah cuma Ja Nein Ja Nein ajah, atau sesekali menjawabnya dengan Bahasa Inggris Cibaduyut.

Hhh... Akhirnya saya dipanggil juga ke ruangan itu, di sana yang ada cuma kelas XII IPA, saya kelas XI berdua, IPS pula.

Mau mati banget denger bulenya ngomong. -_-

Akhirnya saya kembali ke kelas.

"Lama amat, lip. Ngapain aja lu?!"

"Ngaji, tapi ustadzahnya pake Bahasa Jerman."

09 November 2008

Box Telkom




Iseng, abisan laper nungguin Yamin gak mateng - mateng.

07 November 2008

Rambut metal gondrong

Sumbangsih baru saja melakukan razia pemotongan rambut.

Ya jadi wajarlah kalau sejauh mata memandang, terlihat seperti ada promosi dri Firman Salon ke sekolah - sekolah. Rambut yang kiri lebih panjang dari yang kanan, tidak rata gajruk - gajrukan , halah apa sih bahasa gue. Pokoknya ngerti kan gitu deh.

Saya berjalan - jalan di lapangan, melakukan kegiatan seperti seperti biasanya, yang hobah - hobah sendiri. Ada guru saya, saya langsung lari mengejar dan salim kepada beliau, sambil berkata.

"Bu, bu, liat ke belakang deh bu, itu masa ada yang masih gondrong banget bu!", Kata saya sambil menunjuk ke arah tiga orang pemuda di dekat mading. Yang satu rambutnya sebahu, yang satu sudah melebihi bahu, yang satu baru menutupi kerah, tapi sudah melebihi kuping.

"Eh iya tuh, rambutnya masih gondrong!"

"Bu.."

"Iya, kenapa?"

"Itu kan anak PL", Jawab saya sambil ngeluyur pergi.

01 November 2008

Joker and the Quinn

Gak semua yang lo denger itu bener

“Kalian kerjain LKS yah, ibu tinggal dulu sebentar, pokoknya ibu balik lagi semuanya musti sudah selesai. Dan ingat gak boleh ada yang salah! Kalau sampe ada yang salah satu aja, ibu cubit sampe sakit banget!”

“Kerjain punya gua, Lip. Lo udah kelar kan?!”, pinta Panji yang sudah mulai mengantuk, sebentar lagi tewas spertinya.

Kasihan Panji, sepertinya letih, mungkin semalam dia habis ke Tangkuban Perahu, dan membalikkan perahunya ke posisi semula makanya dia seletih itu.

Saya ambil LKSnya, saya jawab semuanya, seadanya.

1.Bagaimana cara memperoleh naturalisasi?

Bisa di beli di toko material ataupun apotik terdekat di daerah anda.

2.Sebutkan 7 cara seseorang bisa kehilangan kewarganegaraannya!

- Lupa naronya
- Keselip
- Ketinggalan
- Jatoh di jalan
- Diambil orang
- Diumpetin
- Emang udah ilang, mau diapain lagi?!

3.Apa bedanya naturalisasi biasa dan naturalisasi istimewa?

Kalau naturalisasi biasa karetnya satu, kalo naturalisasi istimewa karetnya dua.

Dan beberapa soal yang saya lupa saya jawab apa.

Langsung saja saya kumpulkan, dan dikoreksi gurunya, dan setelah semua LKS anak – anak sekelas dinilai, dikembalikan ke sang empunya masing – masing.

Panji sudah mulai bangun, dilihatnya LKSnya sudah mendapatkan nilai 9.

Sama seperti saya, dan beberapa teman lain yang menjawabnya dengan serius.

Kami pun hanya bisa terbahak – bahak mengingat kembali kata – kata ibu guru,

“Gak boleh ada yang salah! Kalau sampe ada yang salah satu aja, ibu cubit sampe sakit banget!”

Reviival

“Lip, kamu dateng ke Reviival gak?”

1 pesan singkat dari Brenda sampai di Hp saya, Alih – alih memastikan datang atau tidak, Reviival itu apa saja saya tidak tahu, jadi ya saya tidak balas.

Sabar aja, Ndut. Biar Tuhan yang bales.

Hadah, rupanya malamnya, Brenda sms hal yang sama seperti siangnya. Saya tidak begitu memperhatikan Hp. Saya baru tau kalau Nda sms seperti itu lagi ketika dia menelepon saya untuk menayakan hal yang sama.

“Lip, dateng gak?”

“Hah, gak tau deh, emang dimana sih acaranya?”

“PasFes, Lip! Dateng yah!”

“Gak tau deh, kayanya sih nggak, males.”

5 menit kemudian saya sudah siap berangkat menuju Pasar Festival. -_-

Dan akhirnya saya sampai. Saya sms Brenda.

“Ndut aku udah sampe nih ketemu dimana?”, tulis saya sambil berjalan menuju pintu masuk.

“Ya udah berntar, aku keluar, km tunggu aja di belakang”, balas Brenda.

Hadaaah, saya disuruh nunggu di belakang, ngapain si Brenda ngajakin saya ke toilet bareng?! Halah, ternyata pintu keluarnya ada di belakang, jadi saya balik lagi.

“Aku di tempat Bakmi ya, ndut!”

Saya menunggu. . .

“Bakmi mana? Aku ada di bakmi GM.”, balas Brenda.

Hadaah, balik lagi ke dalem, inti dari semuanya setelah cari mencari dimana dimana akhirnya saya bertemu dengan anak kambing saya. Hadah apa banget dah, Lip. Brenda datang membawa Ayas.

“Tapi aku gak masuk yah, Ndut. Males buang – buang duit, artisnya gak ada yang mau aku tonton. Emang ini pensi siapa sih?!”

“Pensi sekolah aku tau! Ayo dong masuk..”

“Hadah.. gimana yak? Makanya besok – besok kalo mau bikin pensi lagi pasang sajen undang Bob Marley, aku nonton deh, hahah. Popo mana ?”

Obladi – oblada, akhirnya saya bertemu popo, Dila, Lola, ada yang kelupaan gak sih? Gak kesebut jangan marah. Dan pasukan perawan itu menyeret saya masuk ke dalam.

Saya sudah berada di depan tiket Box, bertanya harganya berapa. Langsung saya bayar tunai dengan Kidzos (bagi yang belum tau, Kidzos itu mata uang Kidzania). Si penjaga tiket box diam saja tidak memberikan tiketnya sambil senyum – senyum. Mungkin dia suka sama saya. Entah kenapa juga dia tidak mau menerima Kidzos, mungkin dia tidak tahu harga nilai tukar Kidzos sedang naik, padahal kan bisa dia pergunakan dengan sebaik – baiknya demi masa depannya kelak. Yasudahlah, berhubung dia tidak mau dikasih nomer telepon akhirnya saya kasih saja uang tutup mulut. Dia pun memberikan tiket, dan saya pun masuk. Sebelum masuk saya digerayangi dulu sama om – om gundul berbadan tegap. Macho deh om – omnya, mana bajunya item – item ketat gitu. Seksi.

Akhirnya saya masuk dan mulai jejak petualang. Sepatu Boot ABRI saya yang semula hitam berubah menjadi coklat. Bah, hebat kali pensi ini, macam pesulap sajah. Melihat ada GARASI sedang manggung saya moshing – moshing sendiri, sampai akhirnya capek dan mendadak diam dan tiba – tiba Popo datang lagi membawa seorang gurita yang sudah disatukan dengan gen manusia.

“Kak, kenalin, ini kembaran aku!”

Saya menatap sok keren gitu, menjulurkan tangan. Gadis itu menjilat tangannya sendiri dan lantas menjulurkan tangannya kepada saya.

“Tukimin!”, dia memperkenalkan diri.

“Olip.”, hanya itu yang bisa keluar dari bibir mungil kecil seksi kemerahan milik saya. (Jijik yah sama pemilihan katanya, sama! saya juga jijik sebenernya!. Tadinya sih mau pemilihan umum, tapi masih tahun depan, ya udah deh saya pake aja kata yang terpilih itu. Terima sajalah, kalau tidak kuat boleh Istighfar)

Memang tidak selalu dan memang mungkin saya bukan orang pertama namun seringkali saya juga melakukan hal yang sama. Yang kalau berkenalan menjilat tangan dulu dengan maksut agar orang lain jijik dan tidak jadi bersalaman. Tapi, gimana yah. Agak kaget aja ada cewek yang ngajak saya kenalan dengan cara begitu.

Tiba – tiba dia ngeluyur pergi ke depan.

“Eh gue ke depan dulu yaaaah, dadah semuanya.”

Wew, cepet banget, baru mau ngobrol. Ke-kentang-an itu pun membuat saya ingin membuat film berjudul “TOO FAST TOO CURIOUS”.

Tiba – tiba ada beberapa wartawan imajiner datang mewawancarai saya.

Apakah anda percaya dengan cinta pada pandangan pertama?


Tidak.

Apa alasan anda tidak mempercayai teori tersebut?


Karena cinta itu buta.

Apa anda tau siapa penemu teori yang anda anut tersebut?


Si Buta dari Goa Hantu, teorinya juga diperkuat oleh seorang Sosiolog berkebangsaan Amerika, yang kalau tidak salah namanya Daredevil.

Adakah alasan khusus yang membuat anda bertambah yakin kalau memang cinta itu buta?


Orang – orang yang sedang jatuh cinta dengan saya, bilang bahwasanya saya ganteng. Apakah itu tidak cukup membuktikan?!
Teman saya juga bilang kalau cinta itu buta, dengan alasan karena orang pacaran sukanya ngeraba – raba

Apakah anda juga suka meraba – raba?


Iya, saya suka sekali. Setiap kali saya beli kue cubit, saya bilang., “Bang setengah mateng ya bang, bikin raba – raba aja bang.”

Lah?


Lah kok lah? Biar pinter.

Maksut anda?


Gak ada maksut apa – apa kok, anggep aja aku gak pernah ngomong apa – apa, tau ah. Eh gua off yah, billing mepet nih. Dadah dadah.


Semenjak saat itu, sang wartawan imajiner tidak pernah kelihatan lagi. Sejujurnya memang tidak pernah kelihatan sih. Mungkin itu hanya bagian dari kepribadian saya yang lain yang sangat ingin tahu mengenai diri saya sendiri.

24 Oktober bagian ketiga

Singkat cerita, kami sudah setengah jalan. Benny pada posisi kemudi, Panji dan Dulce di kursi tengah, dan saya yang sadar diri pindah ke kursi paling belakang menyisakan kursi paling depan untuk Rere.

Akhirnya kami menjemput Rere, saya di belakang sedang tidur – tiduran menikmati rambut nenek sihir (ituloh yang warna pinky cutie gitu yang kayak kerupuk terus ada kayak rambut – rambut gitu yang kayak rambut nenek sihir, katanya sih memakai pewarna tekstil, peduli setan deh, mengenang masa kecil).

Sampailah kami di rumah Rere.

“Loh, kak Pilo mana?”, Tanya Rere yang baru masuk mobil.

“Gak ikut dia.”, Jawab Panji, diamini penghuni yang lain.

“Kenapa? Gara- gara gak ada Icul yah?”, Tanya Rere lagi.

“Iya, kamu tau kan hidup dia isinya Icul doangan.”, Jawab Panji Lagi.

Sepanjang jalan sunyi sepi, berhubung saya sedang ngumpet pura – pura gak ada.

“Sepi banget yah, garing nih kita segini doang.”

Saya hanya tetap mengunyah rambut nenek sihir yang kerupuknya memang garing itu.

Begitu sampai, Rere turun dan shock melihat saya. Hahahaha.

Akhirnya sampailah kami di Balai Sudirman, bertemu dengan PiC saya, dengan wajah yang sudah tidak fresh lagi, katanya sih “ada aja cobaannya!”

(Untuk mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, silahkan klik disini dan disini)

Kami masuk bertiga pasang, Panji dengan Dulce, Benny dengan Rere, saya dengan Icul.

Pada bagian buku tamu, kami berpencar menjadi tiga bagian, menulis pada buku tamu yang berlainan.

“Ji, ah kecewa gua ama lo, tadi lo nulisnya bukan atas nama 93nK q-Th@ kan?!”

“Iya tadi gua nulis Panji dan Dudul, addressnya di Pondok Indah, emang lo apa?”

“Olip dan Icul, addressnya genk q-tha.”

“Tau nih panji, tadi gua nulis Benny, terus genk q-tha di address.”

“Ya kali lo nulis nama lo doing, Ben!”

Baru sebentar disana, rasa bosan sudah datang, tau sendiri kan prosesi adat Jawa tuh lama, sementara kami sudah tidak bisa melihat apa – apa lagi kecuali makanan. Dan kecuali Dayu yang terbalut busana pinky – pinky batik es doger gimana gicu dech.

Belum selesai mentertawakan Dayu, Benny memanggil.

“Liat dah.”, dia berbicara ke kami semua dengan pandangan mata ke arah lantai.

Terlihatlah sepatunya menganga, sol sudah terlepas setengah.

“Buset, kali lo pake sepatu Voltron gini ke nikahan, Ben!”, Tukas saya.

Benar saja, setelah terpisah mencari makan, makan, dan makan lagi, dan makan lagi, akhirnya kami berkumpul lagi dan Benny kembali mengulanginya.

“Liat dah.”, dia berbicara ke kami semua dengan pandangan mata ke arah lantai (lagi).

Terlihatlah sepatunya bukan menganga lagi, sol sudah terlepas semua.”

Jadi mau tidak mau dilepaskan juga sol sepatu sebelahnya, biar tingginya sama. (Dikira pake hak, kali! Sepatu kaya gitu mah gak pake hak, pakenya kewajiban [hadah freak lo, bajing] hahahah).

Hadaaah..

Bodo amat deh ah, saya pun akhirnya sibuk menumpahkan rasa rindu yang selama ini saya hanya bisa curahkan di kamar mandi.

Hadaaah..

Tau deh ah, pokoknya…That nite was awesome, makasih ya semuanya.

Sering – sering aja abang lo kawinan, Day!

24 Oktober bagian kedua

24 Oktober 2008, di sekolah pada waktu istirahat.. Panji dan Dulce sedang berada di kelas saya, Panji mengusulkan untuk menelepon Dayu. Langsung saja kami menelepon Dayu.

“Halo, Day! Lo dimana?”

“Di Pejaten, emang kenapa?”

“Gak apa – apa, eh emang acaranya dimana sih?”

“Di Balai Sudirman lah, lo kan udah dapet undangan.”

“Iya maksutnya Balai Sudirman tuh dimananya, gua lagi di jalan nih mau kesana.”

“Ya kali, entar malem lah acaranya!”

“Eh eh gua udah nyampe nih. Mana, gak ada orang?! Gak jadi nikahan, Day?”

“Men men, gua lagi Ijab Qabul nih, becanda aja lo pada!”

“HAHAHAHAHA..Yaudah yaudah sukses ya!

“Iya, entar dateng ye!”

Pulangnya, Beni dan saya ke rumah saya, siap – siap dan bala – balanya, kemudian dilanjutkan ke rumah Benny. Sesampainya, setelah diingatkan beberapa kali, Benny akhirnya mandi, dan saya berkutat dengan komputernya Benny.

Tiba – tiba ibunya Benny datang, dan bertanya,

“Benny mana?”
“Lagi mandi, tante.”
“Oh, tumben mandi.”
“Iya, mau ke kondangan, heheh”

Akhirnya ibunya Benny langsung sibuk sendiri mempersiapkan baju apa yang akan dipakai Benny. Sementara si Bennynya sih santai – santai saja sepertinya. Setelah berdebat panjang lebar menyatukan pikiran dua insan beda jaman ini akhirnya terpilihlah setelan jas abu – abu gelap dengan sepatu pantofel coklat.

Saat sedang memperganteng diri, walaupun saya sadar itu adalah usaha yang sia – sia dan membuang – buang waktu. Disaat kami sedang melakukan kemubaziran itu, kami dihibur dengan percakapan orang tua Benny.

“Iya pah, kelas ade tuh muridnya ada satu juta tiga ratusan gitu loh kalo diitung – itung.”

“Gak mungkin lah, mah. Banyak amat gak nyampe segitulah.”

“Ye si papah dibilangin gak percayaan.”

“Ya gak sampe satu juta juga.”

“Iya, kayanya kebanyakan kalau satu juta.”, Argumen sang ayah diperkuat oleh tamu yang sejak tadi memang sedang berbincang – bincang. Entah kenapa musti seperti ini topiknya.

“Yeh, coba itung aja deh kan sekelas ada lima puluh gitu, itu satu angkatan aja ada berapa kelas, nah itu ada berapa tuh kalo misalnya ada enam angkatan.”

“Yah gak nyampe sejuta lah, kalau seribu mungkin” , Ayah dan sang tamu menyadarkan sang Ibu yang daritadi sepertinya ngablu.

“Eh iya yah? Seribu yah? Jauh ya seribu sama sejuta.”

Hadah, sekarang saya paham betul darimana Benny mendapatkan bakat ngeyelnya.

Setelan sudah siap, ditambah dengan rasa lelah mendengarkan topik itu, akhirnya kami berangkat!

Sebagai informasi, seperti yang sudah dijelaskan tadi, Benny memakai setelan jas abu – abu dan sepatu coklat. Saya sendiri memakai batik berwarna merah keungu – unguan atau gimana gitu deh pokoknya warnanya (magenta bukan sih warna kaya gitu, agak agak buta warna deh gue) celana hitam, Sepatu hitam, dan jam tangan yang sekedar nyantol aja, nyala juga nggak. Tadinya saya mau pakai jas, tapi gak boleh sama anak – anak, kayaknya mereka tau deh kalau jas yang saya ingin pakai itu adalah jas hujan. Dan Panji yang sedang dijemput ini, memakai baju stelan promnite gitu deh, Jas dipadukan dengan jeans bla bla blanya.

24 Oktober bagian pertama

Hari yang sudah sejak sangat lama direncanakan itu kian mendekat, hanya tinggal menghitung hari lagi. Sebagai sahabat, kami mencoba untuk meringankan beban Dayu yang setiap hari harus rela menyisakan waktunya untuk berkutat dengan souvernir – souvernir yang akan diberikan pada hari yang makin dekat itu.

Sebenarnya pelaksanaan harinya tinggal seminggu lagi, walaupun Dayu sudah dari jauh – jauh bulan mengundang,

“Eh, entar 24 Oktober kosongin jadwal yah, dateng ke kawinan abang gua.”

“Kagak dah, Day. Kalo nikahan sih ayo, emangnya lo ridho abang lo lagi kawin gue liatin.”, Jawab saya sekenanya.

Namun sampai saat itu (satu minggu sebelum hari H), kami belum mendapat undangan resmi, dan ternyata, Dayu juga tidak memberitahukan abangnya bahwa dia mengundang kami. Perasan was – was tentu saja hadir, ditambah lagi abangnya Dayu yang sepertinya tidak bisa menerima manner saya.

Yasudahlah, yang pasti hari itu saya dan 93Nk q-Th@ minus Goro, plus Dulce membantu menyiapkan souvernir yang setiap harinya menjadi PR Dayu. Memang sih pekerjaannya tidak sulit. Buka, masukin ucapan terimakasih bla bla bla, tutup lagi, begitu seterusnya. Tapi ya tetap saja,kalau melakukan itu untuk 1200 undangan, ya keriting banget bisa – bisa tuh jari.

Sampai di rumah Dayu, Dulce menengok kesamping, melihat tumpukan kotak – kotak yang berisikan souvernir, seraya berkata, “Banyak yah, Day”, sambil terus ngeluyur pergi menuju kamar Dayu.

Ya justru karena banyak, dibikin jadi abis! -_-

Akhirnya kami mengerjakan souvernir itu sambil menonton Batman : Movie of the decade sebagai hiburan, daripada bosan.

Dan syukurlah, memang teamworknya berasa banget, film selesai tugas kami juga sudah selesai, itu juga dihitung dua kali istirahat. Tak lama, kami pun pulang.

Keesokan harinya, Dayu memberikan sebuah undangan, undangan pernikahan abangnyalah, apalagi?! Pada kotak nama undangan, bertuliskan.

Kepada Yth
Bapak/Ibu/Saudara/i

Genk Q-tha
Dan kawan 2
Di
Tempat



Dayu bilang, kemarin malam, saat ibunya pulang, beliau sumringah sendiri melihat tumpukan kotak – kotak itu sudah berisikan ucapan terimakasihnya, semuanya.