18 October 2008

Getar getir

Saya, dan teman - teman saya sedang mengobrol - mengobrol saja di kelas. Pembicaraan dimulai dari topik - topik ringan, hingga ke topik dewasa. Tentu saja bukan membicarakan masalah dan cara menyikapinya dengan bijaksana, dewasa disini dimaksutkan dengan membahas penemuan mutakhir yaitu karet licin yang berjendol (halah!) di ujungnya dan kadang memiliki gerigi - gerigi dan memiliki berbagai pilihan rasa, pilihan rasanya pun tidak kalah banyak dari wingko babat (kenapa harus wingko babat? emang pilihan rasa wingko babat banyak yah).

Ya pokoknya kita sama - sama mengerti topik apa yang dibicarakan pria pada usia bergejolaknya hasrat yang berkumpul bersama. Hingga kami membahas soal alat bantu (ask the audience, phone a friend, atau fifity fifty) untuk wanita yang hidup sebatang kara di malam yang sangat dingin, teringat mama. Halaah.

(Sampai disini sudah mengerti kami membahas apa? kalau sudah boleh di lanjutkan ke paragraf berikutnya)

Kami berbincang, namun topik ini seolah memojokkan saya seperti dalam posisi saya adalah suhu dan teman - teman saya adalah iklim, halah maksutnya saya adalah suhu dan teman - teman saya adalah murid - murid shaolin yang secara sepihak mengangkat saya sebagai master dalam topik ini.

Tiba - tiba seorang teman saya yang alim dan pola pikirnya masih bersih dan belum pernah melakukan hal - hal yang belum pernah dia lakukan datang dan join the conversation, Sebut saja namanya Mawar Melati

"Kalian ngomongin apa sih, Mawar Melati ikutan dong!"

Kami serempak berteriak, "Jangaaan!"

"Loh kenapa?!"

"Ya jangan aja, entar dibilangnya kita ngeracunin Mawar Melati, lagi."

"Emang ngomongin ituan yah? ikutan dong Mawar Melati juga pengen tau deh!"

"Yaudah, bukan kita yang ngajak yah."

Actions, Invite Mawar Melati to join this conversation. . .

"Eh iya tadi sampe mana kita?"

"Sampe ke masalah dildo.", Jawab teman saya.

"Emang buat apaan sih cewek make gituan?", Tanya Mawar Melati.

"Yaaa.. kesepian, kali. Gak ada pasangan." Jawab saya.

Perbincangan berlangsung hangat, tepatnya panas.

"Eh, tunggu deh, Dildo tuh yang panjang terus bisa geter - geter gitu bukan sih?"

"Iya, hooh", jawab kami seingatnya.

"terus ujungnya tumpul gitu yah?"

"Iya.", jawab kami lagi sementara terus mengingat wujud fisiknya dari Batman Forever terakhir yang dilihat.

"Terus panjangnya segini?", tanya Mawar Melati sambil memperkirakan panjangnya dengan tangannya.

"Iya, kok tau?"

"Terus atasnya bisa diputer gitu bukan?"

"Waaah kalo yang itu kita gak tau deh.."

"Kok tau sih, War?"

"Ada di kotak mainan gua waktu kecil."

1 comment:

  1. hahaha makanya don't judge book by its cover. lugu-lugu menggairahkan. salam kenal yooo

    ReplyDelete