Hahaha, sebenarnya bukan gagal, tapi memang dimaksudkan jadi seperti itu. Sebenarnya bermaksud lebih, tapi ya kembali ke kalimat awal, baik saya, maupun dia tidak ada yang bisa mempergunakan ini sebelumnya. Tujuan selanjutnya adalah kilometer 0. Dan sebelum berangkat saya sempat usul ke Damar untuk tidak usah memakai helm. Damar bertanya kenapa, dan saya pun langsung mengilustrasikan begini.
Kami naik motor, tidak pakai helm. Pak polisi lihat dan kami diberhentikan, pak polisi bertanya:
Kenapa yang belakang gak pake helm?
Hah?
Itu kenapa yang di belakang gak pake helm?
Apaan sih pak? Yg di belakang siapa? Saya sendirian gitu.
. . . . .
Pak, saya buru – buru nih
. . . . .
Pak!
. . . . .
Hah?
Itu kenapa yang di belakang gak pake helm?
Apaan sih pak? Yg di belakang siapa? Saya sendirian gitu.
. . . . .
Pak, saya buru – buru nih
. . . . .
Pak!
. . . . .
Untuk mempercepat waktu, akhirnya rencana tidak berhelmnya dibatalkan. Kami keluar komplek dengan suasana ba’da maghrib yang selalu gelap di jalan keluar komplek saya. Dari arah berlawanan, ada seorang gadis yang sedang santai bersepeda dan wajahnya langsung shocking pink melihat wajah saya. Saya hanya diam, diam dalam arti sesungguhnya, menahan kedip, menahan gerak, serta menahan napas. Entahlah apa yang dipikirkan gadis itu, semoga kamu baca blog ini ya, dik.
Kami sampai, dan ternyata tidak seramai yang diharapkan. Tapi kami tetap mengambil beberapa gambar dan beberapa orang yang lewat beristighfar. Akhirnya kami melanjutkan ke sekaten. Kata si Damar masuk sekaten bayar. Saya tidak yakin, soalnya kemarin saya datang dan tidak bayar. Tapi kemarin Damar datang dan bayar. Yasudahlah kami jalan saja dan kata mas – mas yang jaga “yasudahlah, masuk masuk.”
Entahlah, saya merasa lucu di sekaten seperti ini dengan reaksi orang yang berbeda – beda. Ada yang mungkin menganggap saya sebagai personel band metal hidrolik, ada yang mungkin menganggap saya sebagai ikon makanan cepat saji cepat mati, ada yang lari ketakutan melihat saya, ada yang tersenyum kecil, banyak anak kecil yang tertawa dan saya ajak salim, ada juga penjaga yang bertanya, “kui lanang po wedho?”.
Begitulah dan kami foto lagi. Saat pengambilan gambar disini ada yang histeris liat saya, akhirnya saya ikutin saja, di ngumpet di balik temannya, dan temannya tertawa dengan puasnya. Akhirnya saya dan Damar pindah tempat, tapi ternyata ketemu mereka lagi. Tapi dia tidak sadar kalau kami sedang berfoto di belakang dia, di posisi di mana dia sedang memfoto teman – temannya. Akhirnya saya menghampiri dan benar – benar dalam posisi di belakang dia. Dia menoleh histeris dan teman – temannya tertawa lebih puas dari sebelumnya.
Kami jalan lagi dan ada ibu – ibu yang bilang “temboke mlaku”, dan banyak anak kecil yang dadah – dadah. Sebenarnya saya bingung, kenapa malah anak kecil excited, dan remaja yang histeris melihat saya. Dari situ kami lanjut ke awul – awul.
Dimulai dengan mbak -mbak stand motor yang semuanya ketakutan melihat saya, saya datang semua berhamburan. Seolah - olah galasin, seolah - olah bukan. Akhirnya saya duduk sementara dia promosi sesuatu yang tidak saya simak dengan baik. Dia bahkan tidak tau saya menyimak atau tidak karena dia tidak berani menatap saya, mungkin karena dia tau cinta itu dari mata turun ke hati.
Kemudian dilanjutkan ke tempat baju, di mana malah banyak yang ingin berfoto dengan saya. Semisal mas - mas angkringan.
Ada juga yang minta di foto, tapi pas saya samperin mukanya panik. Dia bertanya,
Ngapain nih?! Ngapain nih?!
Lah katanya mau foto?
Bayar gak nih?
Nggak lah..
Setelah saya bilang gratis, yang di mana tadinya yang ingin difoto hanya satu orang akhirnya membelah diri jadi sekian.
Kemudian saya lanjutkan lagi difoto di beberapa tempat, lalu akhirnya bergegas kembali pulang.
Di jalan ada anak kecil melihat saya dan dengan polosnya berkata, "ih putih banget!" Dan selanjutnya ada yang bertanya kepada saya, "Mas itu asli, mas?" dan saya jawab, "asli kok!"
Soalnya dia nanyanya gak spesifik, dia gak jelas nanya yang asli itu gimbalnya apa warna kulit putihnya. Kalau gimbalnya ya jelas asli, tapi kalau dia lebih spesifik nanya, "Mas itu warna kulitnya asli mas?" Pasti saya jawab, "HELLOOOOOOOOOOOOOO?! GILE AJE LOOOOO", sambil menjentik
Akhirnya dilanjutkan untuk singgah makan ke tempat saya biasa makan. Saya datang dan ibu - ibu penjualnya sempat shock namun akhirnya tertawa melihat saya senyum. Si bapak yang jual tadinya juga sepertinya ingin menjitak saya tapi lupa kalau saya tidak bisa dijitak.
Kami mengobrol banyak, dengan seorang balita yang riangnya tertawa melihat saya. Dan semua berakhir dengan bapak penjual yang menyuruh saya ikut acara lawak. Terimakasih ya pak atas sarannya, nanti akan saya pertimbangkan dengan wakil sekertaris saya demi kemaslahatan umat bersama. Wassalam
ANW, fotonya nyusul.