Kalian tahu rasanya jadi artis?
saya tidak.
Tapi setiap kali saya ke Alfamart , saya selalu dipanggil - panggil sama mbak - mbak laundry seberang jalan. Sudah seperti alarm, tiap kali saya mengerem sepeda saya di parkiran alfamart, pasti berbunyi, "Philosophia!!"
Ingin sekali rasanya saya sesekali melaundry di tempat mereka, tapi apa daya, dompet anak kos tidak bisa berbohong. Laundry perempatan jalan punya promosi yang lebih gencar.
31 October 2010
Masih Sisingamangaraja
Untuk melihat postingan yang senada, klik :
Apa sih lip -_-
24 October 2010
mendirikan Tuhan, menuhankan diri
Ombak kecil yang ingin menjadi lautan, merasa dirinya kemana buih hendak ditautkan.
Untuk melihat postingan yang senada, klik :
poemlosophia
18 October 2010
Alfamart Sisingamangaraja
Kamu pasti tau saya, karena kamu membaca blog saya. Kamu juga pasti tau Alfamart. Tapi anehnya, walaupun mbak - mbak dan mas - mas kasir Alfamart tidak membaca blog saya, tetapi mereka tau saya.
Ya setidaknya mereka tau kalo sekitar jam sepuluh malam akan datang mas- mas yang memakai helm (namun memperlakukan helm tersebut layaknya masker ninja) yang datang membeli cokelat dan bersikeras bahwa dirinya adalah Power Ranger. Dan biasanya datang bersama mas - mas bertubuh gempal yang biasa dipanggil "dedek Domach". Dan bisa jadi itu semacam rutinitas yang membuat para kasirwan dan kasirwati itu rajin beristighfar.
Karena sadar rutinitas itu membosankan, terkadang saya datang sebelum jam sepuluh malam. Sekitar jam 12 siang, dimana terik Jogja memaksa saya untuk topless, dan kemudian memaksa saya lagi untuk memakai jaket sebagai luaran untuk mengingatkan saya bahwa saya bukan berada di Bali, dimana saya bisa jalan - jalan hanya dengan memakai celana. Terkadang terik Jogja juga memaksa saya membeli semacam minuman untuk menghapus dehidrasi. Tapi bukan terik Jogja yang memaksa saya, mas - mas bertubuh besar, dan mas - mas berhelm Kero Keropi untuk berjoget - joget tanpa musik. Dan bukan panas Jogja pula yang memaksa para kasirwan dan kasirwati itu untuk tertawa.
Terkadang saya juga mengajak para kasirwan dan kasirwati itu untuk berbicara banyak, agar mereka lupa dengan kebijakan manajernya yang berbunyi, "Gratis 1 Kg gula pasir bila kami tidak menanyakan Kartu Member." Dan terkadang di detik - detik terakhir mereka lupa, mereka justru ingat untuk menawarkan kartu member. Dan itulah yang membuat tawa meledak seketika, dan suasana menjadi sangat menyenangkan. Semacam permainan dadakan.
Dan kadang juga saya yang menjadi kasir dadakan, atau saya yang membuat struk untuk belanjaan saya sendiri. Para kasirwan dan kasirwati tersebutlah yang mengajarkan saya mengoperasikan komputer kasir hingga mencetaknya di kertas struk. Mereka baik, makanya terkadang saya minta kembaliannya ditukar permen dan permennya saya bagi untuk mereka semua.
Kadang juga mereka memberikan saya plastik lebih kala saya memintanya. Plastik yang saya pakai di kepala dan saya beri dua lubang di bagian mata. Yang saya pergunakan sekedar agar kepala saya tetap kering di guyuran hujan. Dan itulah saatnya untuk pulang. Kembali ke kosan setelah bermain panjang, agar saya bisa kembali lagi ke sana kapanpun saya mau.
Ya setidaknya mereka tau kalo sekitar jam sepuluh malam akan datang mas- mas yang memakai helm (namun memperlakukan helm tersebut layaknya masker ninja) yang datang membeli cokelat dan bersikeras bahwa dirinya adalah Power Ranger. Dan biasanya datang bersama mas - mas bertubuh gempal yang biasa dipanggil "dedek Domach". Dan bisa jadi itu semacam rutinitas yang membuat para kasirwan dan kasirwati itu rajin beristighfar.
Karena sadar rutinitas itu membosankan, terkadang saya datang sebelum jam sepuluh malam. Sekitar jam 12 siang, dimana terik Jogja memaksa saya untuk topless, dan kemudian memaksa saya lagi untuk memakai jaket sebagai luaran untuk mengingatkan saya bahwa saya bukan berada di Bali, dimana saya bisa jalan - jalan hanya dengan memakai celana. Terkadang terik Jogja juga memaksa saya membeli semacam minuman untuk menghapus dehidrasi. Tapi bukan terik Jogja yang memaksa saya, mas - mas bertubuh besar, dan mas - mas berhelm Kero Keropi untuk berjoget - joget tanpa musik. Dan bukan panas Jogja pula yang memaksa para kasirwan dan kasirwati itu untuk tertawa.
Terkadang saya juga mengajak para kasirwan dan kasirwati itu untuk berbicara banyak, agar mereka lupa dengan kebijakan manajernya yang berbunyi, "Gratis 1 Kg gula pasir bila kami tidak menanyakan Kartu Member." Dan terkadang di detik - detik terakhir mereka lupa, mereka justru ingat untuk menawarkan kartu member. Dan itulah yang membuat tawa meledak seketika, dan suasana menjadi sangat menyenangkan. Semacam permainan dadakan.
Dan kadang juga saya yang menjadi kasir dadakan, atau saya yang membuat struk untuk belanjaan saya sendiri. Para kasirwan dan kasirwati tersebutlah yang mengajarkan saya mengoperasikan komputer kasir hingga mencetaknya di kertas struk. Mereka baik, makanya terkadang saya minta kembaliannya ditukar permen dan permennya saya bagi untuk mereka semua.
Kadang juga mereka memberikan saya plastik lebih kala saya memintanya. Plastik yang saya pakai di kepala dan saya beri dua lubang di bagian mata. Yang saya pergunakan sekedar agar kepala saya tetap kering di guyuran hujan. Dan itulah saatnya untuk pulang. Kembali ke kosan setelah bermain panjang, agar saya bisa kembali lagi ke sana kapanpun saya mau.
Untuk melihat postingan yang senada, klik :
Aksi
13 October 2010
safari ria
Adalah sekumpulan orang yang dengan bangganya mengklaim diri mereka sebagai sebuah band. Dan setelah merasa sukses dengan album pertama, kini mereka mengeluarkan single terbaru mereka yang berjudul
Karena kami adalah band elektronik paling mahal saat ini. Tapi Insya Allah.
Kalau kalian ada disana menonton kami saat itu, anggap saja kalian tidak melihat apa - apa.
Untuk melihat postingan yang senada, klik :
Aksi
12 October 2010
pasar apa yang seni hayo?
Tanggal 10 bulan ke10 tahun 2010, walaupun tanggalnya merupakan angka cantik, tapi hari itu bukanlah hari kiamat. Ada banyak acara yang diselenggarakan hari itu, sebut saja Pasar Seni ITB, Bandung.
Dan akhirnya saya bela - belain dari Yogya ke Bandung. Untuk melihat pasar seni. Walaupun kenyataannya Bandung itu kota kembang, dan yang kota seni itu Yogya, tapi tetap saja yang punya pasar seni itu Bandung dan yang punya pasar kembang itu Yogya.
Saya berangkat bersama Desta, Kintari, Domas, Intan, dan Imam. Seharusnya Imam saya tulis paling depan yah, karena imam mana yang posisinya di belakang?
Sebelum berangkat Desta sempat bertanya, "Disana kita mau ngapain sih?". "Ya Pasar Seni ITB", jawab Kintari. "Ya itu kan nama acaranya, disana itu kita ngapain?", tanya Desta lagi. "Mutual friends gathering #2", jawab saya.
Bagi yang belum tahu Mutual Friends Gathering itu apa, dari namanya kalian pasti sudah bisa menebak, itu adalah acara yang kami tujukan untuk mempertemukan beberapa mutual friends yang belum sempat bertatap muka, atau malah bisa jadi bertujuan untuk menambah friend list di situs jejaring sosial kebanggaan kalian. Ya begitulah, itu hanya sekedar intermezzo. Singkat kata, kami semua sudah sampai di ITB, dan saya sedang bertanya posisi Ical dimana. Ical sudah berangkat dari hari - hari sebelumnya karena dia jadi delegasi kampus.
Ical sms saya isinya begini, "Pasar Seni kaya Sunday Morning, cuma bedanya disini banyak kimcil, ngantuk gua!". Setelah saya masuk lebih dalam lagi ke ITBnya, dan melihatnya sendiri, saya terpaksa setuju. Saya sms beberapa orang teman saya dan perlu waktu yang sangat lama untuk membuat kami bisa bertemu, karena memang menurut saya dan diamini semua orang yang saya temui, disana terlalu ramai, terlalu tumpah ruah dan tidak ada flownya, tidak ada start, dan tidak ada finish.
Tak berapa lama saya bertemu Ical, Canti, Tian, Lexa, Cabe, Shodi, Mamed dan Toro. Teman - teman saya stylish, dan saya sangat bangga memamerkan baju saya ini kepada teman - teman saya yang stylish itu
Saya pun melabelkan diri saya sebagai tukang tempe paling modis saat itu. Saya duduk bersama mereka dan kamu tahu, disana meleng sedikit teman bisa hilang. Dan ketika sudah hilang akan susah bertemu lagi karena sinyal disana merupakan komoditas yang sangat langka. Bagi saya pribadi, satu - satunya hal yang menarik dari Pasar Seni ITB tersebut adalah the Panas Dalam. Menyenangkan saya bisa menonton mereka live.
Teman saya makin lama makin hilang dan berganti dengan teman yang lain, kali itu saya bertemu dengan Dila, Bina, Hanna, Trixie, Daffa, dan dua orang teman mereka yang saya lupa namanya. Dan kemudian hilang, dan berganti lagi, dan begitulah seterusnya. Dan seterusnya, dan seterusnya, dan pulang. Dan saya mohon maaf kepada teman - teman yang bertemu dan namanya tidak dimasukkan disini, saya lupa. Tapi saya ingat kalau saya lupa.
Kala itu sudah jam 6, dan kala itu kami sudah tinggal bertiga. Hanya ada Desta, Kintari, dan saya. Teman - teman yang lain hilang ditelan keramaian. Dari sana kami bergegas menuju Simpang Dago untuk singgah membeli makanan dan langsung meneruskan ke Stasiun Kiara Condong untuk kembali pulang. Tapi apa yang terjadi saudara - saudara? Angkot menuju Kiara Condong tidak kunjung datang hingga sekitar 30 menit sebelum keberangkatan kereta. Akhirnya di menit - menit terakhir, datanglah angkot tersebut, dan kami sadar keretanya tidak akan terkejar.
Kami sempat berpikir untuk tidur di stasiun tapi diurungkan karena ada Kintari yang notabene seorang perempuan. Dan semua berujung kepada Icul, kami meminta bantuan sedekah pinjaman kamarnya. Kalian tau Icul? tau lah, ada masa dimana dia menjadi trending topic di blog ini. Hahahaha.
Akhirnya kami tidur di rumah Icul dan memutuskan untuk pulang naik kereta jam 6 pagi, dan kami sukses bagun pukul 05:45. Akhirnya kami menuju stasiun dan memulai hari yang sangat tidak produktif. Kami datang, duduk, tiduran, jajan, makan, duduk, tiduran, jajan, makan, semua hanya demi menunggu jam 09:00 malam. Kami sadar hal itu sangatlah membosankan. Akhirnya kami naik kereta menuju Bandung Kota. Sampai di stasiun sana, kami memulai siang dengan duduk, tiduran, jajan, makan, duduk, tiduran, jajan, makan. Hanya saja bedanya kali itu kami membuat semacam stopmotion di stasiun.
Dan akhirnya kami kembali ke Kiara Condong. Malam datang, kami akhirnya bisa pulang. Alhamdulillah.
Dan akhirnya saya bela - belain dari Yogya ke Bandung. Untuk melihat pasar seni. Walaupun kenyataannya Bandung itu kota kembang, dan yang kota seni itu Yogya, tapi tetap saja yang punya pasar seni itu Bandung dan yang punya pasar kembang itu Yogya.
Saya berangkat bersama Desta, Kintari, Domas, Intan, dan Imam. Seharusnya Imam saya tulis paling depan yah, karena imam mana yang posisinya di belakang?
Sebelum berangkat Desta sempat bertanya, "Disana kita mau ngapain sih?". "Ya Pasar Seni ITB", jawab Kintari. "Ya itu kan nama acaranya, disana itu kita ngapain?", tanya Desta lagi. "Mutual friends gathering #2", jawab saya.
Bagi yang belum tahu Mutual Friends Gathering itu apa, dari namanya kalian pasti sudah bisa menebak, itu adalah acara yang kami tujukan untuk mempertemukan beberapa mutual friends yang belum sempat bertatap muka, atau malah bisa jadi bertujuan untuk menambah friend list di situs jejaring sosial kebanggaan kalian. Ya begitulah, itu hanya sekedar intermezzo. Singkat kata, kami semua sudah sampai di ITB, dan saya sedang bertanya posisi Ical dimana. Ical sudah berangkat dari hari - hari sebelumnya karena dia jadi delegasi kampus.
Ical sms saya isinya begini, "Pasar Seni kaya Sunday Morning, cuma bedanya disini banyak kimcil, ngantuk gua!". Setelah saya masuk lebih dalam lagi ke ITBnya, dan melihatnya sendiri, saya terpaksa setuju. Saya sms beberapa orang teman saya dan perlu waktu yang sangat lama untuk membuat kami bisa bertemu, karena memang menurut saya dan diamini semua orang yang saya temui, disana terlalu ramai, terlalu tumpah ruah dan tidak ada flownya, tidak ada start, dan tidak ada finish.
Tak berapa lama saya bertemu Ical, Canti, Tian, Lexa, Cabe, Shodi, Mamed dan Toro. Teman - teman saya stylish, dan saya sangat bangga memamerkan baju saya ini kepada teman - teman saya yang stylish itu
Saya pun melabelkan diri saya sebagai tukang tempe paling modis saat itu. Saya duduk bersama mereka dan kamu tahu, disana meleng sedikit teman bisa hilang. Dan ketika sudah hilang akan susah bertemu lagi karena sinyal disana merupakan komoditas yang sangat langka. Bagi saya pribadi, satu - satunya hal yang menarik dari Pasar Seni ITB tersebut adalah the Panas Dalam. Menyenangkan saya bisa menonton mereka live.
Teman saya makin lama makin hilang dan berganti dengan teman yang lain, kali itu saya bertemu dengan Dila, Bina, Hanna, Trixie, Daffa, dan dua orang teman mereka yang saya lupa namanya. Dan kemudian hilang, dan berganti lagi, dan begitulah seterusnya. Dan seterusnya, dan seterusnya, dan pulang. Dan saya mohon maaf kepada teman - teman yang bertemu dan namanya tidak dimasukkan disini, saya lupa. Tapi saya ingat kalau saya lupa.
Kala itu sudah jam 6, dan kala itu kami sudah tinggal bertiga. Hanya ada Desta, Kintari, dan saya. Teman - teman yang lain hilang ditelan keramaian. Dari sana kami bergegas menuju Simpang Dago untuk singgah membeli makanan dan langsung meneruskan ke Stasiun Kiara Condong untuk kembali pulang. Tapi apa yang terjadi saudara - saudara? Angkot menuju Kiara Condong tidak kunjung datang hingga sekitar 30 menit sebelum keberangkatan kereta. Akhirnya di menit - menit terakhir, datanglah angkot tersebut, dan kami sadar keretanya tidak akan terkejar.
Kami sempat berpikir untuk tidur di stasiun tapi diurungkan karena ada Kintari yang notabene seorang perempuan. Dan semua berujung kepada Icul, kami meminta bantuan sedekah pinjaman kamarnya. Kalian tau Icul? tau lah, ada masa dimana dia menjadi trending topic di blog ini. Hahahaha.
Akhirnya kami tidur di rumah Icul dan memutuskan untuk pulang naik kereta jam 6 pagi, dan kami sukses bagun pukul 05:45. Akhirnya kami menuju stasiun dan memulai hari yang sangat tidak produktif. Kami datang, duduk, tiduran, jajan, makan, duduk, tiduran, jajan, makan, semua hanya demi menunggu jam 09:00 malam. Kami sadar hal itu sangatlah membosankan. Akhirnya kami naik kereta menuju Bandung Kota. Sampai di stasiun sana, kami memulai siang dengan duduk, tiduran, jajan, makan, duduk, tiduran, jajan, makan. Hanya saja bedanya kali itu kami membuat semacam stopmotion di stasiun.
Dan akhirnya kami kembali ke Kiara Condong. Malam datang, kami akhirnya bisa pulang. Alhamdulillah.
Untuk melihat postingan yang senada, klik :
Aksi
Subscribe to:
Posts (Atom)